TIMES DUMAI, JAKARTA – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta sebulan terakhir memunculkan dampak sosial-ekonomi yang tak kecil. Di beberapa daerah, karyawan SPBU swasta seperti Shell bahkan terpaksa dirumahkan dan dialihkan tugas menjual kopi atau cemilan di sekitar lokasi. Fenomena ini viral di media sosial, memunculkan tanda tanya publik soal arah kebijakan energi pemerintah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia akhirnya angkat suara. Ia meminta SPBU swasta tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) meski stok BBM menipis. Menurut Bahlil, persoalan energi harus diselesaikan dengan hati-hati tanpa menambah beban sosial.
“Saya sudah minta untuk mereka tidak boleh ada gerakan tambahan. Kita ingin semuanya damai, tapi juga harus mengerti bahwa mengelola negara ini ada aturan main. Saya yakin mereka punya hati yang baik,” ujar Bahlil, yang dikutip dari Antaranews, Sabtu (20/9/20205).
Persaingan Pertamina dan Swasta
Dalam pernyataan yang sama, Bahlil juga menyinggung BUMN energi, Pertamina. Ia meminta agar Pertamina meningkatkan kualitas layanan sehingga bisa bersaing sehat dengan swasta. Langkah ini bukan sekadar soal bisnis, melainkan juga menjaga kepercayaan publik terhadap sektor energi yang kerap dianggap sebagai urat nadi perekonomian nasional.
“Pertamina harus memperbaiki mutu pelayanan agar betul-betul kompetitif dengan swasta,” tegas Bahlil.
Pernyataan ini menyiratkan bahwa pemerintah tidak ingin SPBU swasta kehilangan pangsa pasar hanya karena pasokan terbatas. Sebaliknya, BUMN energi terbesar ini dituntut menghadirkan standar layanan yang setara dengan pemain global.
Solusi Base Fuel: Kompromi Strategis
Untuk meredakan ketegangan, pemerintah menawarkan solusi: SPBU swasta diperbolehkan membeli BBM murni (base fuel) langsung dari Pertamina. Artinya, bahan bakar tersebut masih berupa “air panas” yang kemudian bisa dicampur sesuai spesifikasi masing-masing SPBU.
Model ini dianggap lebih transparan, terutama dengan adanya mekanisme joint surveyor yang disepakati kedua belah pihak untuk memastikan kualitas bahan bakar. “Agar tidak ada dusta di antara kita,” kata Bahlil, menegaskan pentingnya keadilan dan kepercayaan dalam kerja sama ini.
Analisis: Risiko dan Harapan
Kelangkaan BBM di SPBU swasta bisa menjadi sinyal sensitif, terutama ketika publik menilai pemerintah kurang tanggap dalam menjamin distribusi energi. Di sisi lain, ancaman PHK pekerja bisa memperburuk citra pemerintah, apalagi di tengah situasi ekonomi yang penuh tantangan.
Langkah Bahlil memediasi Pertamina dan SPBU swasta menunjukkan peran strategisnya bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga negosiator politik-ekonomi. Ke depan, jika solusi base fuel berjalan mulus, ini bisa menjadi preseden baik bagi model distribusi energi yang lebih fleksibel dan adil.
Namun, tantangan tetap ada. Publik menuntut transparansi harga, jaminan pasokan, dan kualitas layanan yang konsisten. Jika tidak, isu kelangkaan BBM bisa berkembang menjadi persoalan politik yang lebih luas, mengguncang kepercayaan pada pemerintah. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bahlil Minta SPBU Swasta Tak PHK Karyawan, Pertamina Diminta Lebih Kompetitif
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |